Selasa, 18 Oktober 2011

Jenis-jenis batik

Jenis batik

Menurut teknik

  • Batik tulis adalah kain yang dihias dengan teksture dan corak batik menggunakan tangan. Pembuatan batik jenis ini memakan waktu kurang lebih 2-3 bulan.
  • Batik cap adalah kain yang dihias dengan teksture dan corak batik yang dibentuk dengan cap (biasanya terbuat dari tembaga). Proses pembuatan batik jenis ini membutuhkan waktu kurang lebih 2-3 hari.
  • batik saring,
  • batik celup,
  • batik terap.

Menurut asal pembuatan

Batik Jawa

Batik Jawa adalah sebuah warisan kesenian budaya orang Indonesia, khususnya daerah Jawa yang dikuasai orang Jawa dari turun temurun. Batik Jawa mempunya motif-motif yang berbeda-beda. Perbedaan motif ini biasa terjadi dikarnakan motif-motif itu mempunyai makna, maksudnya bukan hanya sebuah gambar akan tetapi mengandung makna yang mereka dapat dari leluhur mereka, yaitu penganut agama animisme, dinamisme atau Hindu dan Buddha. Batik jawa banyak berkembang di daerah Solo atau yang biasa disebut dengan batik Solo.

Batik Tiga Negeri Batik Jawa Hokokai 1942-1945 Batik Buketan

Batik Buketan asal Pekalongan dengan desain pengaruh Eropa Batik Lasem
  • Batik Tiga Negeri dikenal lewat warnanya yang terdiri dari tiga bagian. Ada biru, coklat/sogan, dan merah. Batik ini kadang dikenal sebagai Batik Bang-Biru atau Bang-Bangan untuk variasi warna yang lebih sederhana. Ada yang mengatakan kalau pembuatan batik ini dilakukan di tiga tempat yang berbeda. Biru di Pekalongan, Merah di Lasem, dan Sogan di Solo. Sampai sekarang kerumitan detail Batik Tiga Negeri sukar sekali direproduksi. Batik.
  • Batik Jawa Hokokai. Dibuat dengan teknik tulis semasa pendudukan Jepang di Jawa (1942-1945). Ia berupa kain panjang yang dipola pagi/sore (dua corak dalam satu kain) sebagai solusi kekurangan bahan baku kain katun di masa itu. Ciri lain yang mudah dikenali adalah pada motifnya. Motif kupu-kupu, bunga krisan, dan detail yang bertumpuk menjadikan Batik Jawa Hokokai menempati posisi karya seni yang mulia. Batik jenis Jawa Hokokai biasanya dikerjakan oleh lebih dari 10 orang yang masing-masing memegang peran proses pembatikan yang berbeda. Sistem padat karya seperti ini juga memungkinkan para pekerja di industri batik tidak di PHK. Kemiskinan dan kesulitan akibat Perdang Dunia ke-II nyata-nyata memengaruhi seni Batik di Indonesia.
  • Batik Buketan. Batik Indonesia dengan desain pengaruh Eropa.
  • Batik Buketan asal Pekalongan dengan desain pengaruh Eropa. Batik Indonesia yang dengan desain pengaruh Eropa.
  • Batik Lasem. Batik Lasem dikenal karena warna merahnya yang khas. Di Lasem (Jawa Timur) sendiri, pengrajin batik sudah sangat berkurang. Beberapa kolektor menyebut Batik Lasem adalah batik yang tercantik diantara yang lain. Batik ini juga menjadi penanda pencampuran dua budaya, Jawa dan Cina.
     
    http://batikmaluku.blogspot.com/

Batik Magelang

Di halaman samping rumah bercat orange di tepi jalan Magelang-Jogja, ternyata ada beberapa gazebo berbentuk Joglo yang digunakan sebagai tempat belajar baik membatik, melukis maupun kaligrafi untuk anak-anak. Ketika kemarin sore saya berkunjung ke sana, tercium aroma malam yang khas dan menyengat hidung. Ternyata ada puluhan anak-anak perempuan yang ternyata adalah siswa-siswi dari SMK 1 Tempel, Sleman, Jogjakarta yang sedang melakukan kegiatan ekstrakurikuler membuat batik tulis.
Mereka asyik memainkan canting untuk nyiduk malam dan kemudian mencoretkannya diselembar kain yang ada di depan mereka. Di bagian lain ada yang membuat gambar pola batik dengan menggunakan pensil, serta ada pula yang memberikan pewarnaan.
Itulah yang terjadi pada Jum’at sore (5/3/2010) di sebuah sanggar belajar batik di tepi jalan perbatasan Magelang-Jogja. Setiap kali saya melewati jalanan Magelang-Jogja, tepatnya di daerah Salam, sebenarnya saya sudah sering membaca tulisan di papan nama yang menyebutkan bahwa tempat itu merupakan tempat belajar membatik dan membuat kaligrafi.
Namun baru Jum’at kemarin saya berkesempatan memasuki area tersebut. Meski sebenarnya rumah itu adalah rumah seorang teman yang hampir tiap hari ketemu karena memang satu kantor.
Selama ini memang rumah tersebut digunakan sebagai sebuah sekretariat sebuah organisasi yang bernama FORNAMA (Forum Nahdliyin Magelang). Sebuah organisasi nirlaba yang banyak memberikan perhatian terhadap pendidikan anak-anak melalui program beasiswa dan pengembangan ketrampilan non akademis. Salah satunya adalah ketrampilan membatik tersebut. Menurut, Bapak Soedarto, Ketua FORNAMA sekaligus pemilik rumah, ini (aktivitas belajar membatik) belum lama dilaksanakan, saat ini baru bekerja sama SMK N 1 Tempel Sleman tersebut untuk mewadahi dan mengembangkan minat-bakat siswa. Disini juga disediakan guru khusus yang memiliki kemapuan membatik, bukan dari Solo atau Jogja melainkan orang asli Magelang yang pernah nyantrik mbatik. Selain belajar membuat gambar motif dan menorehkan malam diatas kain, juga belajar bagaimana memberikan pewarnaan dan juga diajarkan bagaimana “ngunci” warna agar tidak larut ketika dicuci atau dilorot
Motif batik yang diajarkan memang lebih cenderung motif Jogja klasik. Magelang sendiri memang selama ini belum banyak tergali apakah memiliki motif batik khas atau tidak sebab secara geografis dan geopolitik, dulunya kawasan Magelang dan Kedu Raya memang wilayah kekuasaan kerajaan-kerajaan yang berbasis di Jogja, seperti Mataram Kuno maupun Mataram Islam.
Bagi sampeyan-sampeyan yang tertarik belajar atau berkunjung ke sanggar pasinaon batik Magelang ini bisa langsung meluncur ke sana karena tempatnya mudah ditemukan di Jalan Magelang-Jogja kawasan Kec. Salam Magelang atau bisa ngontak saya dan saya akan antarkan ke sana tanpa saya pungut biaya serupiah pun. Tapi kalo pun mau ngasih saya juga nggak nolak…

http://kaumbiasa.com/sanggar-pasinaon-batik-magelang.php

Batik Malang

Sebagai salah satu identitas daerah, batik mencerminkan karakter dan kewibawaan daerah tersebut. Seperti di Malang, penelitian identitas batik sudah sering dilakukan, tapi belum mendapat titik terang gambaran yang dapat diterima semua pihak, karena masing-masing daerah mempunyai keterkaitan emosi karakter, sejarah dan kepercayaan. Kita mencoba mengambil satu dasar bahasan dari batik khas pedalaman Malang yang telah dipakai dalam upacara adat sejak sebelum tahun 1900-an. Batik tersebut selalu mempunyai motif: Sido Mukti Malang dengan hiasan kotak putih di tengah yang biasa disebut Modhang Koro. Motif ini dipakai sebagai udheng (laki-laki) dan sewek (perempuan) dalam acara resmi untuk semua lapisan masyarakat. Motif yang selalu muncul, antara lain, Sawat Kembang Pring (motif bambu jawa sakbarong), Dele Kecer (hijau-merah), Kembang Kopi (gambar kopi dibelah dua berwarna hitam), Kembang Juwet (biru-hijau), Kembang Tanjung (kuning-sawo matang, bentuk bunga bulat tengah pinggir bergerigi), Kembang Jeruk (coklat), Kembang Manggar (putih-kuning), Kembang Mayang (merah-kuning), dan Kembang Padma (teratai) (Karimun, 2007).
Sedangkan di Kota Malang, inisiatif penggalian motif batik telah dipelopori oleh Ketua Penggerak PKK dengan SK no: 114/POKJA III/PKK.KMVII/2007 yang menunjuk 3 tim ahli untuk menyerap aspirasi masyarakat lewat lomba desain batik (5 besar) sekaligus melakukan penggalian sejarah dan budaya setempat, sehingga diharapkan di Kota Malang akan mempunyai batik khas Kota Malang yang mampu menyuarakan wajah Kota Malang secara utuh di masa mendatang. Dengan terus berusaha menggali dan memelihara budaya asli dari setiap daerah, maka identitas budaya aslihttp://ksupointer.com/batik-malang Indonesia dapat kita lestarikan.

http://ksupointer.com/batik-malang

Senin, 17 Oktober 2011

Batik Madura

Pembatik MaduraTernyata, Pulau Madura tak hanya tersohor dengan karapan sapi dan garamnya. Wilayah yang termasuk Provinsi Jawa Timur ini juga terkenal sebagai penghasil batik. Bahkan, produk batiknya memiliki ragam warna dan motif yang tidak kalah dengan produksi daerah lain. Maklum, batik Madura menggunakan pewarna alami sehingga warnanya cukup mencolok.
Namun, tak perlu repot-repot ke Pulau Madura. Keunggulan produk batik Madura itu dapat dilihat di Museum Tekstil di Jalan K.S. Tubun Nomor 4, Jakarta Barat. Salah satu contohnya kain batik buatan tahun 1930. Kain panjang yang biasa digunakan pada acara khitanan ini merupakan salah satu kain kuno yang ditampilkan dalam Pameran Batik Madura di Museum Tekstil, belum lama berselang.
Kendati sudah berumur 75 tahun, warna dari kain itu justru kian menonjol. Pewarnaan kain Madura yang menggunakan bahan alami dari tumbuh-tumbuhan, seperti kayu jambal, kulit buah jelawe, akar mengkudu, yang membuat kain ini semakin menarik untuk dilihat. Kain-kain itu dibuat melalui proses pembatikan dengan tangan dalam rentang waktu antara delapan bulan hingga satu tahun.
Selain warna yang mencolok, seperti kuning, merah atau hijau, batik Madura juga memiliki perbendaharaan motif yang beragam. Misalnya, pucuk tombak, belah ketupat, dan rajut. Bahkan, ada sejumlah motif mengangkat aneka flora dan fauna yang ada dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Madura.

Sumber: http://icanxkecil.wordpress.com/batik-madura/

Batik Surabaya

Batik Suroboyo, sekilas memang tidak berbeda dengan batik kebanyakan seperti batik Madura atau Batik Kenongo asal Sidoarjo. Pada dasarnya batik, sejauh itu batik tulis yang dikerjakan langsung oleh tangan-tangan terampil relatif sama. Namun bila kita mau lebih detil mencermatinya, maka akan tampak perbedaannya.
Semula yang membantu Hj. Putu Sulistiani Prabowo dalam membatik hanya dua orang pembatik dan satu orang untuk pewarnaan. ”Pada mulanya lumayan juga, satu bulan bisa menghasilkan 5 potong kain batik,” kisahnya pada Eastjava Traveler, ketika ditemui di galeri yang merangkap workshopnya.
Kini karyawannya sudah berjumlah 15 orang. Dan kain batik yang mampu dihasilkan bisa mencapai 30 potong dalam satu bulan. Proses pembatikan di workshopnya asli dilakukan oleh tangan terampil (handmade) tergantung tingkat kerumitannya, tapi paling lama memakan waktu dua minggu.
Proses pembuatan sama dengan batik kebanyakan, mulai dari bahan dasar kain yang diberi kanji, digambar, di batik dan seterusnya. Untuk pewarnaan, aku Putu, masih menggunakan pewarna sintetis, konon mulai mencoba menggunakan pewarna alam. Menggunakan pewarna sintetis semata demi mengikuti keinginan pasar yang cenderung lebih suka warna-warna yang bright.
”Bahan juga menjadi salah satu media kreasi, selain pada motif,” ungkap ketua IKASFI (Ikatan Keluarga Sarjana Farmasi Indonesia, Red) Jatim ini. Kini bahan yang digunakan tidak hanya kain katun, tetapi juga kain tenun. Beberapa bahan tenun lain seperti yang berbahan serat kayu atau pelepah pisang juga digunakan. ”Ternyata hasilnya juga bagus, banyak yang suka,” tegasnya.
Putu mengaku, produknya banyak diserap pasar terutama pada ajang-ajang pameran, atau bila ada kunjungan tamu dari luar daerah. Kini produk batiknya makin diorientasikan pada pemenuhan pasar, seiring makin banyak pesanan yang datang. ”Ajang pameran masih saya anggap paling baik untuk pemasaran,” tambahnya. Beberapa pameran yang pernah diikuti di Jakarta, Batam, China, dan Lombok, selain di Surabaya sendiri.
Dewan Kerajinan Nasional Daerah (DEKRANASDA) Kota Surabaya turut memfasilitasi, ”Dalam hal ini Ibu Wawali sebagai ketua, turut memberi dukungan dalam hal promosi,” tuturnya. Bahkan Walikota juga kerap berkunjung ke galeri Dewi Saraswati di jalan Jemursari Utara II/19 itu.
Ragam produk yang dihasilkan berupa kain panjang/selendang, bahan hem/baju pria, syal dan scraft. Dan harga Batik Suroboyo juga variatif, untuk bahan katun sekitar Rp. 400 ribu. Sedangkan yang berbahan sutra harganya di kisaran Rp. 3 juta.
Saat ditanya hal pemasaran, kata Putu, masih ditangani sendiri. Ditanya adakah keinginan untuk memperluas jaring pemasarannya ke daerah lain, Putu menjawab, niat ke arah sana sudah ada. Terlebih datangnya beberapa tawaran dari beberapa relasi untuk menjadi perpanjangan jalur pemasaran seperti di daerah Bali dan Jakarta.
Putu masih lebih yakin menggunakan satu gerai di galerinya sebagai satu-satunya konter Batik Suroboyo. Alasannya untuk tetap menjaga eksklusifitas produknya. Di galerinya ini, pengunjung bisa langsung melihat proses pembuatan batik, diharapkan lebih meyakinkan batik itu karya tangan terampil (handmade). Menurut Putu, hal ini bisa juga menjadi alternatif jujukan wisata di Surabaya.
Mencermati persaingan; yang melatarinya menekuni batik adalah pemikiran batik itu ibarat karya seni, seperti lukisan. Dimana sang perajin bisa berekspresi seperti pada motif, warna, dan bahan. Dari sana muncul keyakinan dia masih punya peluang. Tentu saja dengan terus belajar dan membaca selera pasar agar mampu bersaing

http://pusakanesia.blogspot.com/2007/07/batik-suroboyo_15.htmlSumber: 

Batik Kaltim dan Batik Shaho

Bermula dari keterampilan menyablon yang didapat dari sebuah pelatihan yang diselenggarakan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Balikpapan, usaha batik Shaho mulai didirikan dan dikembangkan dengan serius oleh Pak Tono bersama keluarga sejak tahun 1900.
Motif batik yang dikreasikan pak Tono dan keluarga ini kebanyakan mengambil motif dayak Kenyah, terutama motif-motif tumbuhan yang kerap ditemui di ukiran suku Dayak Kenyah.
Motif yang menunjukkan binatang atau manusia memang sengaja dihindari karena alasan religius yang dipegang keluarga ini.
Meski sempat nyaris bangkrut ketika krisis moneter melanda Indonesia di tahun 1998, usaha ini selalu bangkit dan berkembang hingga sekarang. Batik Shaho juga dirintis melalui usaha kursus batik untuk masyarakat umum. Banyak dari muridnya merupakan golongan ekspatriat yang tidak pernah segan membayar lebih mahal dari biasanya.
Cap Batik Shaho Perbedaan tarif kursus antara murid dari kalangan ekspatriat dan pribumi bisa sangat jauh. Bila tarif kursus untuk pribumi hanya Rp,50,000,00, tarif untuk kalangan ekspatriatnya bisa mencapai Rp,500,000,00 per orang. Untuk pembelian kain batiknya pun juga begitu. Pak Tono sendiri mengatakan, bahwa orang asing justru lebih menghargai kesenian lokal.
Batik Shaho tidak hanya menjual jenis batik tulis saja. Untuk pemesanan yang menginginkan harga murah dan proses pembuatan yang cepat, batik dapat dibuat dengan metode batik cap. Namun dari segi hasil jelas berbeda. Batik cap lebih mudah luntur dibanding batik tulis.

http://www.indonesiabox.com/belanja-sekaligus-kursus-batik-kaltim-di-batik-shaho/

Batik Jambi

Batik biasa kita tau kebanyakan berasal dari pulau Jawa. Namun sesungguhnya seni batik itu tak hanya berada di pulau Jawa saja, beberapa daerah di Sumatera pun juga memiliki seni batik tersendiri. Ini terbukti banyaknya hasil batik yang di hasilkan dari Jambi, baik buatan pabrik maupun produksi rumah tangga. Produk batik dapat berkembang hingga sampai pada suatu tingkatan yang membanggakan baik desain maupun prosesnya. Begitu pula dengan batik yang ada tumbuh dan berkembang di daerah Jambi.Pada zaman dahulu batik Jambi hanya dipakai sebagai pakaian adat bagi kaum bangsawan/raja Melayu Jambi. Hal ini berawal pada tahun 1875, Haji Muhibat beserta keluarga datang dari Jawa Tengah untuk menetap di Jambi dan memperkenalkan pengolahan batik. Motif batik yang diterapkan pada waktu itu berupa motif – motif ragam hias seperti terlihat pada ukiran rumah adat Jambi dan pada pakaian pengantin, motif ini masih dalam jumlah yang terbatas. Penggunaan motif batik Jambi, pada dasarnya sejak dahulu tidak dikaitkan dengan pembagian kasta menurut adat, namun sebagai produk yang masih eksklusif pemakaiannya dan masih terbatas di lingkungan istana.
Dengan berkembangnya waktu, motif yang dipakai oleh para raja dan keluarganya saat ini tidak dilarang digunakan oleh rakyat biasa. Keadaan ini menambah pesatnya permintaan akan kain batik sehingga berkembanglah industri kecil rumah tangga yang mengelola batik secara sederhana.
Perkembangan batik sempat terputus beberapa tahun, dan pertengahan tahun 70-an ditemukan beberapa lembar batik kuno yang dimiliki oleh salah seorang pengusaha wanita “Ibu Ratu Mas Hadijah” dan dari sanalah batik Jambi mulai digalakkan kembali pengembangannya. Salah seorang ibu yang turut juga membantu perkembangan pembatikan di Jambi adalah Ibu Zainab dan Ibu Asmah yang mempunyai keterampilan membatik di Seberang Kota.
Pada mulanya pewarnaan batik Jambi masih menggunakan bahan-bahan alami dari tumbuh-tumbuhan yang terdapat di dalam hutan daerah Jambi, seperti :
  1. Kayu Sepang menghasilkan warna kuning kemerahan.
  2. Kayu Ramelang menghasilkan warna merah kecokelatan.
  3. Kayu Lambato menghasilkan warna kuning.
  4. Kayu Nilo menghasilkan warna biru.
Warna-warna tersebut merupakan warna tradisional batik Jambi, yang mempunyai daya pesona khas yang berbeda dari pewarna kimia.

http://www.indonesiabox.com/batik-jambi/